Minggu, 29 Maret 2015

Makalah QASHASH AL-QUR’AN



QASHASH AL-QUR’AN
 
A.     Pengertian qashash al-qur’an
         Imam Ar-Raghib al-ishfahani mengatakan dalam kitab Mufradatnya (al-mufradat fi gharib Al-Qur’an – penj.) tentang kata ini (qashash), “Al-qashashu” berarti ‘mengikuti jejak’. Dikatakan qashashtu atsarahu ‘saya mengikuti jejaknya’.[1]
         Al-qashash ialah berarti jejak (atsar). Allah swt. berfirman:
#£s?ö$$sù #n?tã $yJÏdÍ$rO#uä $TÁ|Ás% ÇÏÍÈ  
“.....Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula.” (Al-Kahfi: 64).
         Qashash adalah mashdar dari qashasha yang berarti mencari bekasan atau mengikuti bekasan (jejak). Qashash bermakna: urusan, berita, khabar dan keadaan. Qashash juga berarti berita-berita yang berurutan.
         Qashashil Qur’an ialah khabar-khabar Al-Qur’an tentang keadaan-keadaan umat yang telah lalu dan kenabian  masa dahulu, peristiwa-peristiwa terjadi.[2]
         Al-Qur’an meliputi keterangan-keterangan tentang peristiwa-peristiwa yang telah terjadi, sejarah bangsa-bangsa, keadaan negeri-negeri serta menerangkan bekasan-bekasan dari kaum-kaum purba itu.
B.     Perbedaan qashash al-qur’an dengan cerita-cerita yang dibuat manusia
         Secara mendasar, kisah-kisah al-Quran sangat berbeda dengan kisah-kisah lainnya dari berbagai segi dan sisi. Akan tetapi, dapat dikatakan bahwa titik pembeda paling urgen antara kedua jenis kisah itu adalah tujuan yang hendak digapainya. Pada hakikatnya, tujuan itulah yang menjadi pembeda utama antara kedua jenis kisah itu.
         Setiap  orang  yang  ingin  menceritakan  atau  menulis  sebuah  cerita,  ia  pasti memiliki sebuah tujuan yang ingin dicapainya. Sebagian orang sangat meminati seni cerita karena unsur seninya  belaka. Dengan kata lain, ia menekuni  bidang seni ini supaya bakat seninya bertambah  maju dan berkembang  pesat. Sebagian yang lain menekuni bidang seni ini dengan tujuan hanya ingin mengisi kekosongan waktunya. Dan kelompok ketiga menelusuri kehidupan seni hanya ingin mengetahui dan menukil biografi dan sejarah generasi yang telah lalu.
         Ringkasnya,  setiap  orang  menekuni  seni  cerita  ini  atas  dasar  faktor  dan dorongan   tertentu,   serta   ingin  menggapai   tujuan   yang   diinginkannya.   Hal   itu dikarenakan seni cerita memiliki daya tarik khusus yang tidak dimiliki oleh seni-seni Al- Quran pun tidak luput dari kaidah di atas. Ia pun memiliki tujuan tertentu dalam kisah-kisah yang dipaparkannya. Yang pasti, tujuannya di balik pemaparan kisah-kisah itu tidak  terlepas  dari  tujuan  universalnya.  Yaitu,  hidayah  dan  memberikan  petunjuk kepada umat manusia, mendidik mereka secara benar dalam setiap sisi kehidupan, mengadakan reformasi sosial secara mendasar, danakhirnya—menciptakan individu dan masyarakat yang saleh, berkepribadian Ilahi, dan beriman.

C.     Macam-macam qashash al-qur’an
Kisah-kisah dalam Al-Qur’an dapat di bagi 2, yaitu:
a.    Dari segi waktu
1)     Kisah hal gaib yang terjadi pada masa lalu. Contohnya: Kisah tentang dialog malaikat dengan Tuhannya mengenai penciptaan khalifah bumi sebagaimana di jelaskan dalam (Q.S. Al-Baqarah: 30-34). Kisah tentang penciptaan alam semesta sebagaimana tersapat dalam (Q.S. Al-Furqan: 59, Qaf: 38).
2)     Kisah hal gaib yang terjadi pada masa kini, contohnya: Kisah tentang turunnya malaikat-malaikat pada malam Lailatul Qadar seperti di ungkapkan dalam surat Al-Qodar.
3)      Kisah hal ghaib yang akan terjadi pada masa yang akan datang, contohnya: Kisah tentang akan datangnya hari kiamat seperti di jelaskan dalam Al-Qur’an Surat Al-Qari’ah, Surat Az-Zalzalah dan lainnya. Kisah tentang Abu Lahab kelak di akhirat seperti di ungkapkan dalam Al-Qur’an Surat Al-Lahab.

b.   Dari Segi Materi
1)      Kisah-kisah para Nabi, seperti: Kisah Nabi Muhammad, Kisah Nabi Adam, Kisah Nabi Nuh, Kisah Nabi Luth, Kisah Nabi Musa, Kisah Nabi Sulaiman, Kisah Nabi Ibrahim, Kisah Nabi Ismail, Kisah Nabi Yusuf
2)      Kisah tentang peristiwa-peristiwa yang telah terjadi di masa lampau ang tidak dapat di pastikan kenabiannya. Contohnya: Kisah tentang Luqman, Kisah tentang Ashabul kahfi, Kisah tentang Maryam.
3)     Kisah yang berpautan dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi di masa Rasulullah saw.[3] Contohnya: Kisah tentang Ababil, Kisah tentang Hijrahnya Nabi saw, Kisah tentang perang Badar dan Uhud yang di uraikan dalam Qur’an surat Ali Imran,  Kisah tentang perang Hunain dan At-Tabuk dan lain sebagainya.
       
D.     Fungsi dan urgensi dalam qashash al-qur’an
         Adapun tujuan dari qashash Al-Qur’an, yaitu:[4]
1.   Meringankan beban jiwa atau tekanan jiwa para Nabi dan orang-orang beriman.
2.   Menguatkan keimanan dan keyakinan juwa terhadap akidah islam dan mengobarkan semangat berkorban baik jiwa maupun raga di jalan Allah SWT. artinya, kisah juga dimaksudkan untuk membentuk sebuah jiwa yang militan.
3.   Menumbuhkan kepercayaan diri dan ketentraman atau menghilangkan ketakutan dan kegelisahan.
4.   Membuktikan kerasulan Muhammad saw dan wahyu yang diturunkan Allah kepadanya.

       Adapun faedah-faedah dari qashash Al-Qur’an, yaitu:[5]
a.  Menjelaskan dasar-dasar dakwah agama Allah dan menerangkan pokok-pokok syariat yang disampaikan oleh para Nabi.
b.   Mengokohkan hati Rasul dan hati umat Muhammad dalam beragama dengan agama Allah dan menguatkan kepercayaan para mukmin tentang datangnya pertolongan Allah dan hancurnya kebatilan.
c.   Mengabadikan usaha-usaha para Nabi-nabi dan pernyataan bahwa Nabi-nabi dahulu adalah benar.
d.   Memperlihatkan kebenaran Nabi Muhammad saw. dalam dakwahnya dengan dapat menerangkan keadaan-keadaan umat yang telah lalu.
e.   Menyingkap kebohongan ahlul kitab yang telah menyembunyikan isi kitab mereka yang masih murni.
f.    Menarik perhatian mereka yang diberikan pelajaran.

E.     Pengulangan qashash al-qur’an dan hikmahnya
         Al-Qur’an banyak mengandung kisah yang pengungkapannya diulang-ulang di beberapa tempat. Berikut ini dikemukakan contoh pengulangan itu:
1.   Kisah Iblis tidak mau tunduk kepada Adam: surat Al-Baqarah (2) ayat 34, surat Al-A’raf (7) ayat 11:, surat Al-Kahfi (18) ayat 50, surat Thaha (20) ayat 116, surat Shad (38) ayat 74.
2.   Kisah kaum Nabi Luth yang melakukan perbuatan homoseks: surat Al-A’raf (7) ayat 80, 81: surat Hud (11) ayat 78: surat An-Naml (27) ayat 54-55: surat Al-Ankabut (29) ayat 29.
3.   Kisah istri Nabi Luth yang dibinasakan: surat Al-A’raf (7) ayat 83; surat Hud (11) ayat 81; surat Al-Hijr (15) ayat 60; surat Asy-Syura (26) ayat 171; surat An-Naml (27) : 57.
      
         Adapun hikmah pengulangan qashash Al-Qur’an, yaitu:[6]
a.   Menandaskan kebalaghahan Al-Qur’an dalam bentuk yang paling tinggi. Diantara keistimewaan balaghah ialah menerangkan sebuah makna dalam berbagai macam susunan. Dan tiap-tiap tempat disebut dengan susunan kalimat yang berbeda dari yang telah disebutkan. Dengan demikian selalu terasa nikmat kita mendengar dan kita membacanya.
b.   Menampakkan kekuatan i’jaz. Menyebut suatu makna dalam berbagai bentuk susunan perkataan yang tidak dapat ditantang salah satunya oleh sastrawan-sastrawan arab, menjelaskan bahwasanya Al-Qur’an itu benar-benar dari Allah.
c.   Memberikan perhatian penuh kepada kisah itu. Mengulang-ulangi kisah adalah salah suatu cara ta’kid dan salah satu dari tanda-tanda besarnya perhatian, seperti keadaannya kisah Musa dan Fir’aun.
d.   Karena berbeda tujuan yang karenanyalah disebut kisah itu. Disuatu tempat diterangkan sebagiannya, karena itu saja yang diperlukan dan di tempat-tempat yang lain disebut lebih sempurna karena yang demikianlah yang dikehendaki keadaan.

         Manna Al-Qaththan menjelaskan hikmah pengulangan kisah-kisah Al-Qur’an sebagai berikut:
ü  Menjelaskan ketinggian kualitas Al-Qur’an.
ü  Memberikan perhatian yang besar terhadap kisah untuk menguatkan kesan dalam jiwa.
ü Menunjukkan kehebatan mukjizat Al-Qur’an.
ü Memperlihatkan adanya perbedaan tujuan diungkapkannya kisah tersebut.

F.     Kisah dalam al-qur’an itu, kisah nyata atau khayalan
         Diantara karakter kisah Al-Qur’an, yaitu:
1.   Ia merupakan kisah yang benar (al-qashash al-haq)
         Kisah Al-Qur’an tentang orang-orang dahulu adalah suatu kisah yang benar dan periwayatannya mengenai peristiwa-peristiwa itu adalah jujur dan betul. Ini karena Allah lah yang menceritakan kisah itu dan Allah benar-benar menyaksikan peristiwa-peristiwa itu, dan ia telah menakdirkannya. Peristiwa-peristiwa itu terjadi menurut pengetahuan, kehendak, dan takdir-Nya.
         Dalam surat Ali Imran, setelah disebutkan beberapa ayat yang membantah orang-orang nasrani tentang perihal kemanusiaan Isa bin Maryam as. dan menyanggah anggapan mereka seputar penisbatannya kepada Allah SWT (sebagai anak-Nya), dan mengisahkan kepada mereka peristiwa ibunda Maryam r.a. yang mengandung Isa, kemudian melahirkannya, kemudian disebutkan satu ayat yang menyifati kisah ini sebagai kisah yang benar, yang tidak ada padanya kesalahan, kebohongan, maupun kebatilan. Allah SWT berfirman:
¨bÎ) #x»yd uqßgs9 ßÈ|Ás)ø9$# ,ysø9$# 4 $tBur ô`ÏB >m»s9Î) žwÎ) ª!$# 4 ......
“Sesungguhnya ini adalah kisah yang benar, dan tak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Allah........” (Ali Imran: 62).
2.   Ia merupakan kisah terbaik
            Dalam surat Yusuf, Allah Ta’ala memberi karakter terhadap kisah Al-Qur’an sebagai suatu kisah terbaik.[7] Allah SWT berfirman:
ß`øtwU Èà)tR y7øn=tã z`|¡ômr& ÄÈ|Ás)ø9$# !$yJÎ/ !$uZøym÷rr& y7øs9Î) #x»yd tb#uäöà)ø9$# bÎ)ur |MYà2 `ÏB ¾Ï&Î#ö7s% z`ÏJs9 šúüÎ=Ïÿ»tóø9$# ÇÌÈ  
“Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik dengan mewahyukan Al-Qur’an ini kepadamu, da sesungguhnya kamu sebelum (Kami mewahyukan) nya adalah termasuk orang-orang yang belum mengetahui. (Yusuf: 3).
            Surat Yusuf secara khusus menceritakan kisah Nabi Yusuf  a.s. surat ini menyediakan 100 ayat sendiri dari 111 ayat keseluruhan nya, dan ayat-ayat terakhirnya ialah komentar terhadap kisah Yusuf. Surat ini memaparkan kisah Yusuf a.s. semenjak ia bermimpi ketika masih berusia anak-anak sampai terealisasi mimpinya dan tafsir mimpinya menjadi kenyataan.
            Kisah Yusuf merupakan kisah terbaik dan setiap kisah Al-Qur’an adalah baik karena ia memberikan kabar gembira dan optimisme (harapan) bagi orang-orang yang tertimpa bencana, musibah dan ujian, serta bagi orang-orang yang menderita kepedihan intimidasi dan cobaan, yaitu bahwa jalan keluar pasti akan datang, harapan pasti akan tiba, dan ujian akan hilang. Yang penting, dia beriman dan bertawakal kepada Allah dengan baik serta tetap teguh di jalan-Nya, sebagaimana yang dicapai oleh Yusuf a.s.  


[1] Dr. Shalah Al-khalidy, Kisah-kisah Al-Qur’an_Pelajaran Dari Orang-orang Dahulu, (Jakarta: Gema Insani Press, 1999), 21.
[2] Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Ilmu-Ilmu Al-Qur’an_Ilmu-ilmu Pokok Dalam Menafsirkan Al-Qur’an, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2002), 191.
[3] Ibid. Hlm. 192.
[4] Muhammad A. Khalafullah, Al-Qur’an Bukan Kitab Sejarah; seni, sastra dan moralitas dalam kisah-kisah Al-Qur’an, (Jakarta: Paramadina, 2002), 162-174.
[5]Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy. Op.Cit. Hlm.192.
[6] Ibid. Hlm.193
[7] Dr. Shalah Al-Khalidy, Op.Cit. Hlm.24

Tidak ada komentar:

Posting Komentar