Minggu, 29 Maret 2015

makalah MUHKAM DAN MUTASYABIH



MUHKAM DAN MUTASYABIH

A.  Pengertian Muhkam dan Mutasyabih
         Muhkam artinya jelas, sedangkan Mutasyabih artinya tidak jelas. Dengan demikian maka yang termasuk ayat-ayat muhkam ialah ayat yang terang maknanya serta lafadznya yang diletakkan untuk suatu makna yang kuat dan cepat dipahami. Adapun mutasyabih ialah ayat-ayat yang bersifat mujmal (global), yang mu’awwal (memerlukan takwil) dan yang musykil (sukar dipahami). Sebab, ayat-ayat yang mujmal membutuhkan rincian, ayat-ayat yang mu’awwal baru diketahui maknanya setelah ditakwilkan, dan ayat-ayat yang musykil samar maknanya dan sukar dimengerti.[1]

B.  Cara Mengetahui Muhkam dan Mutasyabih
             Para Ulama dalam mamahami ayat – ayat mutasyabihat yang terdapat dalam al-Qur'an khususnya ayat – ayat mengenai sifat – sifat Allah terbagi dalam dua aliran:
a.   Madzhab salaf, yaitu para ulama dari generasi sahabat. Mereka ketika menghadapi ayat mutasyabihat berusaha untuk mengimaninya dan menyerahkan makna serta pengertiannya hanya kepada Allah SWT.
Bagi kaum salaf, ayat – ayat mutasyabihat tidak perlu dita'wilkan. Sebab yang mengetahui hakikatnya hanyalah Allah SWT, mereka hanya berusaha mengimaninya.
b.    Madzhab khalaf, yaitu para ulama berikutnya generasi berikutnya, seperti Imam Huramain. Mereka berpendapat bahwa ayat – ayat mutasyabihat yang secara lahir mustahil bagi Allah SWT. harus ditetapkan maknanya dengan pengertian yang sesuai dan sedekat mungkin dengan dzat-Nya..
    Mereka menta'wil lafdz istiwa' (besemayam) dengan maha berkuasa menciptakan sesuatu tanpa susah payah. Kalimat ja'a rabbuka (kedatangan Allah) dalam Qs. Al-Fajr : 22, dita'wilkan dengan kedatangan perintah-Nya. Kata fauqa (diatas) didalam Qs. Al-An'am : 61, dengan ketinggian yang bukan arah atau urusan dan lain sebagainya.

C.      Pendapat Ulama’ Tentang Muhkam dan Mutasyabih
1. Ulama Ahlus sunnah wal jama’ah mengatakan lafadz muhkam adalah lafadz yang diketahui makna maksudnya, baik karena memang sudah jelas artinya maupun karena dengan di ta’wilkan. Sedang lafadz mutasyabih adalah lafadz yang pengetahuan artinya hanya dimonopoli Allah SWT. Manusia tidak ada yang bisa mengetahuinya. Contohnya, terjadinya hari kiamat, keluarnya Dajjal, artti dari huruf – huruf muqatha’ah.
2.  Ulama golongan Hanafiyah mengatakan, lafadz muhkam ialah lafadz yang jelas petunjuknya, dan tidak mungkin telah dinaskh (dihapus hukumnya). Sedang lafadz mutasyabih adalah lafadz yang sama maksud petunjuknya sehingga tidak terjangkau oleh akal pikiran manusia ataupun tidak tercantum dalam dalil-dalil naskh. Sebab lafadz mutasyabih itu termasuk hal-hal yang diketahui Allah saja artinya. Contohnya seperti hal-hal yang ghaib.
3.   Mayoritas ulama golongan ahlu fiqh yang berasal dari pendapat sahabat Ibnu Abbas mengatakan, lafadz muhkam ialah lafadz yang tidak bisa dita’wil kecuali satu arah / segi saja. Sedangkan lafadz mutasyabih adalah artinya dapat dita’wilkan dalam beberapa arah / segi, karena masih sama. Seperti masalah surga, neraka, dan sebagainya.

D.  Hikmah Keberadaan Ayat-Ayat Mutasyabihat Dalam Al-Qur’an
1.   Muhkam
a.    Menjadi rahmat bagi manusia, khususnya yang kemampuan bhs. Arabnya lemah. Sebab arti dan maknanya sudah cukup terang dan jelas.
b.   Memudahkan manusia mengetahui arti dan maksudnya serta menghayatinya.
c.    Mendorong umat untuk giat memahami, menghayati dan mengamalkan isi al-Qur'an sebab ayatnya mudah dimengerti dan dipahami.
d.   Menghilangkan kesulitan dan kebingungan umatdalam mempelajari isinya.
e.    Mempercepat usaha tahfidzul Qur'an.
2.   Mutasyabih
a.    Rahmat Allah, sebab sifat dan dzat Allah itu ditampakkan kepada manusia yang lemah, tidak mengetahui segala sesuatu.
b.    Sebagai bagian dari ujian kepada manusia, apakah dia akan tetap beriman terhadap kabar-kabar yang hak itu, atau malah berpaling.
c.Menampilkan dalil atas keberadaan manusia sebagai makhluk yang lemah dan menampilkan syahid terhadap kekuasaan Allah.
d.   Menegaskan Kemukjizatan al-Qur'an.
e.Memudahkan bacaan, hafalan, dan pemahaman al-Qur'an. Sebab adanya ayat mutasyabihatmutasyabihat sulit dimengerti, maka orang akan banyak berfikir.
f. Menambah pahala usaha manusia dengan menambah sukarnya memahami ayat – ayat mutasyabihat.

E.  Ciri-Ciri Muhkam dan Mutasyabih
           J.M.S Baljon, mengutip pendapat Zamakhsari yang berpendapat bahwa termasuk kriteria ayat-ayat Muhkamat adalah apabila ayat-ayat tersebut berhubungan dengan hakikat (kenyataan), sedangkan ayat-ayat Mutasyabihat adalah ayat-ayat yang menuntut penelitian (tahqiqat).
           Ali Ibnu Abi Thalhah memberikan kriteria ayat-ayat Muhkamat sebagai berikut, yakni ayat-ayat yang membatalkan ayat-ayat lain, ayat-ayat yang menghalalkan, ayat-ayat yang mengharamkan, ayat-ayat yang mengandung kewajiban, ayat-ayat yang harus diimani dan diamalkan. Sedangkan ayat-ayat Mutasyabihat adalah ayat-ayat yang telah dibatalkan, ayat-ayat yang dipertukarkan antara yang dahulu dan yang kemudian, ayat-ayat yang berisi beberapa variabel, ayat-ayat yang mengandung sumpah, ayat-ayat yang boleh diimani dan tidak boleh diamalkan.
           Ar-Raghib al-Ashfihani memberikan kreteria ayat-ayat Mutasyabihat sebagai ayat atau lafal yang tidak diketahui hakikat maknanya, seperti tibanya hari kiamat, ayat-ayat Al-Qur’an yang hanya bisa diketahui maknanya dengan sarana bantu, baik dengan ayat-ayat Muhkamat, hadis-hadis sahih maupun ilmu penegtahuan, seperti ayat-ayat yang lafalnya terlihat aneh dan hukum-hukumnya tertutup, ayat-ayat yang maknanya hanya bisa diketahui oleh orang-orang yang dalam ilmunya. Sebagaimana diisyaratkan dalam doa Rasulullah untuk Ibnu Abbas, Ya Allah, karuniailah ia ilmu yang mendalam mengenai agama dan limpahankanlah pengetahuan tentang ta’wil kepadanya.
Muhkam menyangkut soal hukum-hukum (faraid), janji, dan ancaman, sedangkan Mutasyabih mengenai kisah-kisah dan perumpamaan.

F.    Fungsi dan Urgensi Mempelajari Muhkam dan Mutasyabih
1.     Mempermudah dalam memahami ayat-ayat Al-Qur’an.
2.     Dapat membedakan mana ayat muhkam (ayat yang jelas maknanya), dan mana ayat mutasyabihat (ayat yang belum jelas maksudnya) .
3.     Menambah pengetahuan kita tentang Al-Qur’an sehingga diharapkan keimanan kitapun ikut bertambah.
4.     Mengetahui hikmah diturunkannya ayat muhkam dan mutasyabihat.


[1] Dr. Subhi As-shalih. Membahas Ilmu-ilmu Al-Qur’an. Jakarta: Pustaka Firdaus. Cet. Kedelapan, 2001. Hlm.372.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar