MUHKAM DAN MUTASYABIH
A. Pengertian
Muhkam dan Mutasyabih
Muhkam artinya jelas, sedangkan
Mutasyabih artinya tidak jelas. Dengan demikian maka yang termasuk ayat-ayat
muhkam ialah ayat yang terang maknanya serta lafadznya yang diletakkan untuk
suatu makna yang kuat dan cepat dipahami. Adapun mutasyabih ialah ayat-ayat
yang bersifat mujmal (global), yang mu’awwal (memerlukan takwil) dan yang
musykil (sukar dipahami). Sebab, ayat-ayat yang mujmal membutuhkan rincian,
ayat-ayat yang mu’awwal baru diketahui maknanya setelah ditakwilkan, dan
ayat-ayat yang musykil samar maknanya dan sukar dimengerti.[1]
B. Cara Mengetahui
Muhkam dan Mutasyabih
Para Ulama dalam mamahami
ayat – ayat mutasyabihat yang terdapat dalam al-Qur'an khususnya ayat –
ayat mengenai sifat – sifat Allah terbagi dalam dua aliran:
a. Madzhab salaf,
yaitu para ulama dari generasi sahabat. Mereka ketika menghadapi ayat mutasyabihat
berusaha untuk mengimaninya dan menyerahkan makna serta pengertiannya hanya
kepada Allah SWT.
Bagi kaum salaf, ayat – ayat mutasyabihat tidak perlu dita'wilkan.
Sebab yang mengetahui hakikatnya hanyalah Allah SWT, mereka hanya berusaha
mengimaninya.
b. Madzhab khalaf, yaitu para ulama berikutnya generasi berikutnya,
seperti Imam Huramain. Mereka berpendapat bahwa ayat – ayat mutasyabihat
yang secara lahir mustahil bagi Allah SWT. harus ditetapkan maknanya dengan
pengertian yang sesuai dan sedekat mungkin dengan dzat-Nya..
Mereka
menta'wil lafdz istiwa' (besemayam) dengan maha berkuasa menciptakan
sesuatu tanpa susah payah. Kalimat ja'a rabbuka (kedatangan Allah) dalam
Qs. Al-Fajr : 22, dita'wilkan dengan kedatangan perintah-Nya. Kata fauqa
(diatas) didalam Qs. Al-An'am : 61, dengan ketinggian yang bukan arah atau
urusan dan lain sebagainya.
C.
Pendapat Ulama’ Tentang Muhkam dan Mutasyabih
1. Ulama Ahlus sunnah
wal jama’ah mengatakan lafadz muhkam adalah lafadz yang diketahui makna
maksudnya, baik karena memang sudah jelas artinya maupun karena dengan di
ta’wilkan. Sedang lafadz mutasyabih adalah lafadz yang pengetahuan
artinya hanya dimonopoli Allah SWT. Manusia tidak ada yang bisa mengetahuinya.
Contohnya, terjadinya hari kiamat, keluarnya Dajjal, artti dari huruf – huruf
muqatha’ah.
2. Ulama golongan
Hanafiyah mengatakan, lafadz muhkam ialah lafadz yang jelas petunjuknya,
dan tidak mungkin telah dinaskh (dihapus hukumnya). Sedang lafadz mutasyabih
adalah lafadz yang sama maksud petunjuknya sehingga tidak terjangkau oleh akal
pikiran manusia ataupun tidak tercantum dalam dalil-dalil naskh. Sebab lafadz mutasyabih
itu termasuk hal-hal yang diketahui Allah saja artinya. Contohnya seperti
hal-hal yang ghaib.
3. Mayoritas ulama golongan ahlu fiqh yang berasal dari pendapat sahabat Ibnu
Abbas mengatakan, lafadz muhkam ialah lafadz yang tidak bisa dita’wil
kecuali satu arah / segi saja. Sedangkan lafadz mutasyabih adalah
artinya dapat dita’wilkan dalam beberapa arah / segi, karena masih sama.
Seperti masalah surga, neraka, dan sebagainya.
D. Hikmah
Keberadaan Ayat-Ayat Mutasyabihat Dalam Al-Qur’an
1. Muhkam
a. Menjadi rahmat bagi
manusia, khususnya yang kemampuan bhs. Arabnya lemah. Sebab arti dan maknanya
sudah cukup terang dan jelas.
b. Memudahkan manusia
mengetahui arti dan maksudnya serta menghayatinya.
c. Mendorong umat untuk
giat memahami, menghayati dan mengamalkan isi al-Qur'an sebab ayatnya mudah
dimengerti dan dipahami.
d. Menghilangkan kesulitan
dan kebingungan umatdalam mempelajari isinya.
e. Mempercepat usaha tahfidzul
Qur'an.
2. Mutasyabih
a.
Rahmat Allah, sebab sifat dan dzat Allah itu ditampakkan kepada manusia
yang lemah, tidak mengetahui segala sesuatu.
b.
Sebagai bagian dari ujian kepada manusia, apakah dia akan tetap beriman
terhadap kabar-kabar yang hak itu, atau malah berpaling.
c.Menampilkan dalil atas keberadaan manusia sebagai makhluk yang lemah dan menampilkan
syahid terhadap kekuasaan Allah.
d.
Menegaskan Kemukjizatan al-Qur'an.
e.Memudahkan bacaan, hafalan, dan pemahaman al-Qur'an. Sebab adanya ayat mutasyabihatmutasyabihat
sulit dimengerti, maka orang akan banyak berfikir.
f. Menambah pahala usaha
manusia dengan menambah sukarnya memahami ayat – ayat mutasyabihat.
E. Ciri-Ciri
Muhkam dan Mutasyabih
J.M.S Baljon, mengutip pendapat Zamakhsari yang
berpendapat bahwa termasuk kriteria ayat-ayat Muhkamat adalah apabila
ayat-ayat tersebut berhubungan dengan hakikat (kenyataan), sedangkan ayat-ayat Mutasyabihat
adalah ayat-ayat yang menuntut penelitian (tahqiqat).
Ali Ibnu Abi Thalhah memberikan kriteria ayat-ayat Muhkamat
sebagai berikut, yakni ayat-ayat yang membatalkan ayat-ayat lain, ayat-ayat
yang menghalalkan, ayat-ayat yang mengharamkan, ayat-ayat yang mengandung
kewajiban, ayat-ayat yang harus diimani dan diamalkan. Sedangkan ayat-ayat Mutasyabihat
adalah ayat-ayat yang telah dibatalkan, ayat-ayat yang dipertukarkan antara
yang dahulu dan yang kemudian, ayat-ayat yang berisi beberapa variabel,
ayat-ayat yang mengandung sumpah, ayat-ayat yang boleh diimani dan tidak boleh
diamalkan.
Ar-Raghib al-Ashfihani memberikan kreteria
ayat-ayat Mutasyabihat sebagai ayat atau lafal yang tidak diketahui
hakikat maknanya, seperti tibanya hari kiamat, ayat-ayat Al-Qur’an yang hanya
bisa diketahui maknanya dengan sarana bantu, baik dengan ayat-ayat Muhkamat,
hadis-hadis sahih maupun ilmu penegtahuan, seperti ayat-ayat yang lafalnya
terlihat aneh dan hukum-hukumnya tertutup, ayat-ayat yang maknanya hanya bisa
diketahui oleh orang-orang yang dalam ilmunya. Sebagaimana diisyaratkan dalam
doa Rasulullah untuk Ibnu Abbas, Ya Allah, karuniailah ia ilmu yang mendalam
mengenai agama dan limpahankanlah pengetahuan tentang ta’wil kepadanya.
Muhkam
menyangkut soal hukum-hukum (faraid), janji, dan ancaman, sedangkan Mutasyabih
mengenai kisah-kisah dan perumpamaan.
F.
Fungsi dan Urgensi
Mempelajari Muhkam dan Mutasyabih
1.
Mempermudah dalam memahami ayat-ayat Al-Qur’an.
2.
Dapat membedakan mana ayat muhkam (ayat yang jelas maknanya), dan
mana ayat mutasyabihat (ayat yang belum jelas maksudnya) .
3.
Menambah pengetahuan kita tentang Al-Qur’an sehingga diharapkan
keimanan kitapun ikut bertambah.
4.
Mengetahui hikmah diturunkannya ayat muhkam dan mutasyabihat.
[1] Dr. Subhi As-shalih. Membahas Ilmu-ilmu Al-Qur’an. Jakarta:
Pustaka Firdaus. Cet. Kedelapan, 2001. Hlm.372.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar